“Padi babakan namanya”

Kata seorang ibu yang sedang ‘geprak-geprak’ padi,  mewakili jawaban si bapak yang kebingungan saat ditanya, “padi apa namanya pa?” Kebetulan hari miggu ini saya jalan ke persawahan yang masih ada di Bekasi, setelah hampir sebulan penuh disibukkan pekerjaan di Jakarta. Orang-orang menyebutnya Babakan, di kelurahan Mustikasari, Mustika Jaya – Bekasi.

100_4561

Di persawahan garapan, bapak-bapak dan ibu-ibu sedang asyik memotong padi-padi yang sudah matang. Di tanah garapan seluas kurang lebih 70 hektar, masih terbentang luas persawahan di daerah yang sangat deras arus urbanisasi dan industrialisasi. ” Geprak-geprak bae ini dari kemaren,” kata si bapak.

“Lah, orang sini bukan petani beneran”

Meski matahari sedang teriknya, kami mengobrol cukup lama. Banyak hal yang kami bicarakan, mulai dari histori sawah yang ada di sana, bagaimana mereka bertani, sampai dengan tanaman yang mereka tanam.

100_4566_resize

“Ada yang nanem melon, bagus-bagus. Ada juga yang nanem cabe, di sebelah sana,” sambil menunjukkan ke arah petani cabai.

“Oh, berarti bagus bertani di sini ya pa?” Saya bertanya.

“Iya, resep liatnya, pendatang yang nanem, petani beneran,  ngerti tani dan hasilnya bagus,” lajut si bapak.

“Lah, kalo itu petani beneran, terus bapak petani apa?”

“Orang sini mah cuman nanem padi, buat dimakan sendiri,” si ibu menambahkan.

Kami sempat tertawa-tawa berdialog tentang ‘petani beneran’. Cukup panjang obrolan kami, dan itu membuatku sedikit banyak refresh dari kesibukan satu bulan kemarin.